ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA ARTIKEL YANG DIMUAT DALAM MAJALAH UMMI DAN KORAN TRIBUN JABAR
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa
Oleh :
Selvi Agustini
01020101100189
3 A

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR
2014
Beberapa kesalahan dalam artikel “Ketika Waktu Berhenti di Jaisalmer” yang
dimuat dalam Majalah Ummi edisi Mei
2014.
1.
Ketika waktu berhenti di Jaisalmer
Pada
judul artikel mengalami salah penalaran. Waktu itu tidak akan berhenti, waktu
akan terus berputar dalam sehari 24 jam.
Jadi,
seharusnya :
Ketika
berkunjung ke Jaisalmer
2.
Di
tangan saya tergenggam tali yang membalut leher
hewan tunggangan yang membawa saya ke tempat ini.
Kalimat
di atas tidak bersubjek, kata depan di-
menyebabkan hilangnya status subjek. Maka kata depan di- harus dihilangkan.
Jadi,
seharusnya:
Tangan saya
akan menggenggam tali yang membalut leher hewan tunggangan yang membawa
saya ke tempat ini.
3.
Masih
sulit dipercaya, saya ada disebuah tempat di belahan
India.
Kalimat
di atas merupakan kalimat majemuk bertingkat. Dalam bahasa Indonesia kata hubung
harus digunakan secara gamblang di depan anak kalimat. Anak kalimatnya yakni masih sulit dipercaya, harus menggunakan
kata hubung karena.
Jadi,
seharusnya:
Karena masih
sulit dipercaya, saya ada di sebuah tempat di belahan India.
4.
Adalah
Jaisal
Singh yang membangun kota laksana emas itu di atas bukit Trikut atas imbauan
seorang suci bernama Eesaal.
Kalimat
di atas tidak bersubjek, morfem adalah yang
menimbulkan hilangnya status subjek sehingga makna menjadi tidak jelas. Morfem adalah harus dipindahkan setelah subjek,
dan setelah morfem adalah ditambah
morfem orang.
Jadi,
seharusnya:
Jaisal
Singh adalah orang yang membangun
kota laksana emas itu di atas bukit Trikut atas imbauan seorang suci bernama
Eesaal.
5.
Namun, tak ada yang menyaingi keindahan haveli Patwaon, Salim Singh Ki,
dan Nathwal.
Morfem
tak pada kalimat di atas tidak baku
karena morfem tak merupakan singkatan
dari morfem tidak. Seharusnya tidak
disingkat.
Jadi,
seharusnya:
Namun,
tidak ada yang menyaingi Haveli Patwaon, Salim Singh Ki, dan
Nathwal.
6.
(1) Namun, tak ada yang menyaingi keindahan haveli Patwaon, Salim Singh Ki,
dan Nathwal.
(2)
walau tidak lagi dihuni, ketiganya adalah haveli
terindah dan terbesar yang dibuka untuk para turis.
(3)
Dari atas haveli Patwaon saya bisa
melihat panorama sekitar benteng dengan jelas.
Ketiga kalimat tersebut terdapat kalimat
asing, seharusnya tidak boleh mempercampuradukkan bahasa asing dan bahasa
Indonesia dalam satu kesempatan. Haveli = rumah penduduk.
Jadi,
seharusnya:
(1)
Namun, tak ada yang menyaingi
keindahan rumah penduduk Patwaon,
Salim singh Ki, dan Nathwal.
(2)
walau tidak lagi dihuni, ketiganya adalah
rumah penduduk terindah dan terbesar yang dibuka untuk para turis.
(3)
Dari atas rumah penduduk Patwaon
saya bisa melihat panorama sekitar benteng dengan jelas.
Beberapa kesalahan dalam artikel “UN Belum Ramah” yang dimuat dalam Koran Tribun Jabar edisi Jumat, 23 Mei 2014.
1.
Para
siswa kelas 12 SMA/SMK di seluruh
nusantara, kemarin, meluapkan kegembiraan setelah menerima surat keterangan
kelulusan Ujian Nasional (UN).
Kalimat
di atas adalah kalimat pleonasme, karena morfem para dan klausa di seluruh
nusantara mengandung makna jamak. Seharusnya memakai salah satu saja.
Jadi,
seharusnya:
Siswa
kelas 12 SMA/SMK di seluruh nusantara,
kemarin, meluapkan kegembiraan setelah menerima surat keterangan kelulusan
Ujian Nasional (UN).
2.
Tapi,
di sejumlah sekolah sudah ada cara merayakan kelulusan UN dengan cara yang
santun.
Kalimat
di atas adalah kalimat tunggal. Kalimat tunggal tidak boleh diawali dengan kata
hubung. Seharusnya kalimat tersebut tidak boleh diawali dengan morfem tapi.
Jadi,
seharusnya:
Di
sejumlah sekolah sudah ada cara merayakan kelulusan UN dengan cara yang santun.
3.
Para siswa yang lulus UN, tentu hal itu tak menjadi masalah.
Morfem
tak pada kalimat di atas tidak baku
karena morfem tak merupakan singkatan
dari morfem tidak. Seharusnya tidak
disingkat.
Jadi , seharusnya:
Para
siswa yang lulus UN, tentu hal itu tidak
menjadi masalah.
4.
Jika UN tahun depan dilakukan dengan
format yang sama, soal dibuat secara terpusat, lalu didistribusikan ke semua
sekolah di nusantara, termasuk sekolah-sekolah
di kampung-kampung yang gurunya
secara kualitas tidak sama dengan guru-guru di perkotaan, maka kecurangan
dimungkinkan masih akan terjadi.
Kalimat
diatas menjadi kalimat pleonasme, karena kata ulang sekolah-sekolah dan kampung-kampung
merupakan satu makna. Seharusnya salah satu saja yang memakai kata ulang.
Jadi,
seharusnya:
Jika
UN tahun depan dilakukan dengan format yang sama, soal dibuat secara terpusat,
lalu didistribusikan ke semua sekolah di nusantara, termasuk sekolah di kampung-kampung yang
gurunya secara kualitas tidak sama dengan guru-guru di perkotaan, maka
kecurangan dimungkinkan masih akan terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar